Mengenal Jenis dan Ciri Puisi Lama serta Puisi Baru
Puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengekspresikan perasaan dan pikiran manusia dengan bahasa yang indah. Puisi adalah karya sastra yang menggunakan bahasa indah dan padat makna untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pengalaman manusia.
Puisi bukan hanya rangkaian kata—tapi juga irama, bunyi, dan makna yang bekerja sama menciptakan keindahan.
Dalam bahasa Indonesia, puisi dibedakan menjadi dua jenis besar:
Puisi lama:
Terikat oleh aturan seperti jumlah baris, rima, dan bait.
Biasanya bersifat anonim (tidak diketahui pengarangnya).
Contoh: Pantun, Syair, Gurindam
Puisi Baru:
Lebih bebas dan ekspresif.
Dikenal jelas pengarangnya.
Contoh: Puisi modern karya Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dll.
Contoh Puisi Lama
Contoh Puisi Baru
Puisi lama adalah jenis puisi yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat sebelum dikenal penyair modern.
Puisi ini biasanya disampaikan secara lisan, diwariskan dari mulut ke mulut, dan tidak diketahui siapa pengarangnya.
Karena lahir dari tradisi masyarakat, puisi lama memiliki aturan yang ketat: jumlah baris dalam bait, pola rima, bahkan isi yang sering berupa nasihat, petuah, atau ungkapan perasaan yang sopan.
Dalam puisi lama, keindahan bunyi menjadi hal yang sangat penting.
Rima (persamaan bunyi di akhir baris) membuat puisi terasa berirama dan mudah diingat.
Selain itu, setiap jenis puisi lama punya fungsi sosial dan nilai budaya yang khas — ada yang digunakan untuk menyampaikan pesan, ada yang menjadi hiburan, bahkan ada yang digunakan dalam upacara adat.
Terikat oleh aturan jumlah baris, bait, dan rima (sajak).
Mengandung nasihat, ajaran moral, atau petuah.
Menggunakan bahasa yang sopan dan klasik.
Disampaikan secara lisan, sering dalam acara adat atau hiburan rakyat.
Nama pengarang biasanya tidak diketahui (anonim).
JENIS-JENIS PUISI LAMA
PANTUN
Salah satu bentuk puisi lama yang paling dikenal adalah pantun.
Pantun terdiri atas empat baris; dua baris pertama disebut sampiran (pembuka yang mengantarkan suasana), dan dua baris terakhir disebut isi (pesan utama).
Rimanya berpola a-b-a-b dan sering berisi nasihat, jenaka, atau cinta sederhana.
Misalnya:
Kalau ada sumur di ladang,
Boleh kita menumpang mandi;
Kalau ada umur panjang,
Boleh kita bersua lagi.
SYAIR
Selain pantun, ada juga syair, yang berasal dari tradisi Arab dan kemudian berkembang di Nusantara.
Syair terdiri atas empat baris di setiap bait, semuanya berisi pesan, tanpa sampiran seperti pantun.
Rimanya a-a-a-a, dan biasanya berisi kisah atau ajaran moral.
Bahasanya lebih serius dan kadang bercerita panjang, misalnya Syair Bidasari atau Syair Ken Tambuhan.
Berikut syair paling tua dalam sejarah kesusastraan Indonesia. (Referensi: https://www.ruangguru.com/blog/contoh-syair-berbagai-tema)
Hijrat nabi mungstap yang prasida
Tujuh ratus asta puluh sawarsa
Haji catur dan dasa warsa sukra
Raja iman warna rahmat-Allah
Gutra barubasa mpu hak kedah pase ma
Taruk tasih tanah samuha
Ilahi ya rabbi tuhan samuha
Taruh dalam swarga Tuhan
Artinya:
Setelah hijrah Nabi, kekasih yang telah wafat
Tujuh ratus delapan puluh satu tahun
Bulan Zulhijah 14 hari, Jumat
Ratu iman Werda (rahmat Allah bagi Baginda)
Dari suku Barubasa (Gujarat), mempunyai hak atas
Kedah dan Pasai
Menaruk di laut dan darat semesta
Ya Allah, ya Tuhan semesta
Taruhlah Baginda dalam surga Tuhan
SELANJUTNYA MENGENAI SYAIR
GURINDAM
Gurindam merupakan jenis puisi lama yang berisi nasihat atau sindiran yang terdiri atas dua baris dan berima sama. Gurindam mengandung ajaran atau nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Nah, nilai-nilai tersebut berupa kebenaran atau sindiran dalam bersikap dan bertingkah laku.
Gurindam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Gurindam terdiri dari dua baris di setiap baitnya.
Satu baris terdiri dari 10-14 suku kata.
Rima akhirnya berpola a-a.
Bersajak A-A, B-B, dan seterusnya.
Baris pertama berisi sebab (perbuatan) dan baris kedua berisi akibat.
Isi gurindam biasanya berupa nasihat-nasihat, kata-kata mutiara, atau filosofi hidup.
1. Cari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
2. Baik-baik memilih kawan,
Salah-salah bisa jadi lawan.
3. Cari olehmu akan sahabat,
Yang boleh dijadikan obat.
4. Sebelum berbicara pikir dahulu,
Agar tidak melukai hati temanmu.
Sumber referensi: https://www.ruangguru.com/blog/contoh-gurindam-berbagai-tema
KARMINA
Karmina adalah puisi tradisional Indonesia yang terdiri dari dua baris, juga dikenal sebagai pantun kilat karena bentuknya yang lebih pendek dari pantun. Ciri utamanya adalah sajak akhir a-a, baris pertama berfungsi sebagai sampiran, dan baris kedua sebagai isi. Karmina sering digunakan untuk menyampaikan nasihat, sindiran halus, atau lelucon secara jenaka.
Ciri-ciri utama karmina
Dua baris: Setiap bait karmina hanya terdiri dari dua baris.
Sajak a-a: Baris pertama berima dengan baris kedua.
Struktur sampiran-isi: Baris pertama adalah sampiran (pengantar), sedangkan baris kedua adalah isi atau pesan utama.
Jumlah suku kata: Setiap baris biasanya terdiri dari 8 hingga 12 suku kata.
Fungsi: Digunakan untuk sindiran halus, nasihat, atau selingan percakapan.
Contoh karmina
Nasihat/Sindiran:
"Beli bensin satu tangki, bersihkan hati dari dengki".
"Dua tiga katak melompat, jangan boros mari berhemat".
"Lihat kapal berbaris rapat, mari beramal selagi sempat".
Lelucon:
"Dua sampan di atas papan, sudah tampan hidupnya mapan".
"Telur perkutut tiga butir, itu kentut apa petir?".
Selain pantun, syair, gurindam, dan karmina, ada juga talibun, seloka, dan mantra. Kalian cukup memahami keempat jenis puisi lama itu terlebih dahulu.
PUISI BARU
Jika puisi lama terikat oleh banyak aturan, maka puisi baru justru lahir sebagai bentuk kebebasan berekspresi.
Puisi ini mulai berkembang di Indonesia pada masa modern, saat para penyair ingin menulis dengan gaya dan perasaan pribadi, tidak hanya mengikuti pola lama yang kaku.
Karena itu, pengarang puisi baru selalu diketahui namanya, misalnya Chairil Anwar, W.S. Rendra, Taufiq Ismail, dan Sapardi Djoko Damono.
Puisi baru tidak lagi mengikat diri pada jumlah baris, rima, atau bait tertentu.
Yang terpenting adalah makna, perasaan, dan keindahan bahasa.
Penyair bisa menulis sesuka hati — kadang panjang, kadang pendek, kadang rimanya tidak teratur sama sekali.
Namun, di balik kebebasan itu, puisi baru tetap memiliki struktur dan unsur batin yang membuatnya kuat: tema, perasaan, nada, dan amanat.
Salah satu bentuk puisi baru yang paling terkenal adalah puisi bebas.
Seperti namanya, puisi ini tidak terikat aturan rima atau jumlah baris.
Penyair menulis sesuai dorongan hati.
Contohnya puisi Aku karya Chairil Anwar yang penuh semangat hidup dan perlawanan:
Kalau sampai waktuku
’Ku mau tak seorang ‘kan merayu,
Tidak juga kau.
Selain puisi bebas, ada juga bentuk puisi baru yang masih memakai pola tertentu, misalnya:
Distikon → puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris.
Terzina → puisi dengan tiga baris tiap bait.
Kuatrain → puisi empat baris tiap bait (kadang disebut pantun baru).
Kuint → puisi lima baris tiap bait.
Sekstet → enam baris tiap bait.
Septima → tujuh baris tiap bait.
Oktaf → delapan baris tiap bait.
Soneta → puisi 14 baris yang berasal dari Italia, biasanya dibagi menjadi dua bagian: delapan baris pembuka dan enam baris penutup.
Meskipun puisi baru lebih bebas, penyair tetap memperhatikan unsur keindahan bahasa — pilihan kata (diksi), gaya bahasa (majas), serta citraan (gambaran indra yang membuat puisi terasa hidup).
Setiap kata dalam puisi baru dipilih dengan hati-hati agar singkat tapi bermakna dalam.
Puisi baru sering kali membicarakan perasaan pribadi: cinta, kesepian, perjuangan, kehilangan, atau keindahan alam.
Bahasanya kadang sederhana, kadang sangat simbolik, tergantung cara penyair ingin mengungkapkan isi hatinya.
Jika puisi lama seperti pakaian adat yang penuh aturan, maka puisi baru adalah pakaian sehari-hari yang bebas namun tetap indah dipandang.